Pendapat Hukum (Legal Opinion)
Tentang Legalitas Pengibaran Bendera One Piece (Jolly Roger) dalam Perspektif Hukum Pidana
Pertimbangan:
- Bahwa pendapat hukum (Legal Opinion) ini disusun berdasarkan informasi dan data yang bersumber dari pemberitaan publik serta asumsi bahwa seluruh keterangan yang dimuat di dalamnya adalah benar dan dapat dipercaya.
- Bahwa pendapat hukum ini diberikan berdasarkan ketentuan hukum positif yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan tidak dimaksudkan untuk ditafsirkan atau diterapkan menurut ketentuan hukum negara lain.
- Bahwa pendapat hukum ini bersifat umum dan tidak dimaksudkan sebagai alat bukti di muka pengadilan maupun sebagai nasihat hukum yang mengikat.
I. Posisi Kasus
Dalam beberapa waktu terakhir, media sosial di Indonesia diramaikan dengan beredarnya foto dan video yang menampilkan pengibaran bendera bajak laut (Jolly Roger) yang identik dengan simbol dari anime populer asal Jepang, One Piece, yaitu tengkorak dengan topi jerami. Awalnya bendera ini dikibarkan oleh sekelompok penggemar anime dalam berbagai konteks mulai dari kegiatan komunitas, cosplay, hingga acara budaya pop yang digelar di ruang publik.
Meskipun pengibaran bendera tersebut sebagian besar dimaksudkan sebagai bentuk ekspresi kecintaan terhadap budaya pop dan tidak bermaksud untuk menggantikan atau menyaingi simbol negara, muncul reaksi beragam dari masyarakat. Sebagian masyarakat dan pengguna media sosial menilai bahwa pengibaran bendera yang menyerupai simbol bajak laut dapat dipahami sebagai bentuk kritik terhadap sistem kekuasaan negara.
Dalam konteks hukum, pernyataan ini menempatkan tindakan tersebut dalam ruang antara "ekspresi politik" dan "tindakan simbolik" yang mungkin dinilai provokatif atau bahkan subversif oleh pihak berwenang. Namun, terdapat kekhawatiran bahwa tindakan tersebut dapat dianggap menyalahi aturan mengenai penggunaan simbol atau bendera sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, khususnya menjelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian dari sudut hukum pidana positif Indonesia mengenai apakah tindakan pengibaran bendera Jolly Roger dapat dipidana.
II. Dasar Hukum
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan.
Pasal 24 ayat (1): “Setiap orang dilarang: (a) merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara Republik Indonesia.”
Pasal 57 huruf a: “Setiap orang dilarang menggunakan Bendera Negara untuk iklan atau tujuan lain yang tidak pantas.”
Pasal 66: mengatur sanksi pidana atas pelanggaran terhadap Pasal 57.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 1 ayat (1): “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali berdasarkan kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan (asas legalitas).”
Asas-asas hukum pidana umum:
Actus Reus: adanya perbuatan yang dilarang oleh undang-undang.
Mens Rea: adanya niat (sikap batin) untuk melakukan pelanggaran hukum.
III. Analisis Hukum
Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 hanya mengatur mengenai penggunaan Bendera Negara Republik Indonesia (Merah Putih) dan tidak secara eksplisit mengatur atau melarang pengibaran bendera lain yang bersifat fiksi, komunitas, maupun simbol budaya populer. Larangan pidana dalam Pasal 24 dan Pasal 57 UU tersebut hanya berlaku apabila seseorang melakukan tindakan yang merusak, menodai, atau menggunakan Bendera Negara untuk tujuan yang tidak pantas. Dengan demikian, pengibaran bendera Jolly Roger tidak termasuk dalam kategori perbuatan yang diatur secara langsung oleh undang-undang tersebut.
Selanjutnya, berdasarkan asas legalitas sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, tidak ada perbuatan yang dapat dipidana tanpa adanya aturan pidana yang mengatur sebelumnya. Artinya, meskipun pengibaran bendera Jolly Roger mungkin menimbulkan kontroversi di masyarakat, sepanjang tidak ada ketentuan hukum pidana yang melarang secara tegas, maka perbuatan tersebut tidak dapat dikenakan sanksi pidana.
Dari sudut pandang hukum pidana materiil, unsur actus reus (perbuatan yang dilarang) dan mens rea (niat jahat atau kehendak untuk melakukan pelanggaran) juga tidak terpenuhi. Pengibaran bendera Jolly Roger semata-mata merupakan bentuk ekspresi pribadi, tanpa adanya niat untuk menghina atau merendahkan kehormatan Bendera Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, tidak terdapat elemen kesalahan yang dapat menimbulkan pertanggungjawaban pidana.
Lebih jauh lagi, Pasal 28E ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk menyatakan pendapat dan berekspresi. Selama tindakan tersebut tidak mengandung unsur penghinaan terhadap negara, instansi, atau simbol-simbol kenegaraan, pengibaran bendera fiksi dapat dikategorikan sebagai bentuk kebebasan berekspresi yang sah secara konstitusional. Maka dari itu, perbuatan tersebut tidak dapat digolongkan sebagai tindak pidana dalam kerangka hukum positif Indonesia.
IV. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, pengibaran bendera One Piece (Jolly Roger) tidak dapat dipidana karena tidak terdapat aturan hukum yang secara tegas melarang perbuatan tersebut, serta tidak terpenuhi unsur actus reus dan mens rea sebagaimana disyaratkan dalam hukum pidana. Selama bendera tersebut tidak dikibarkan di atas atau bersamaan dengan Bendera Negara Republik Indonesia, dan tidak dimaksudkan untuk menghina simbol negara, maka perbuatan tersebut termasuk dalam ruang kebebasan berekspresi yang dijamin oleh konstitusi.
Komentar
Posting Komentar